pdmbontang.com, Bontang – Bulan Ramadan selalu menjadi momen istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia. Di bulan suci ini, ibadah puasa menjadi salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan.
Namun, tahukah Anda bahwa puasa Ramadan bukan hanya sekadar ibadah vertikal, yaitu hubungan antara hamba dengan Allah SWT? Lebih dari itu, puasa memiliki dimensi horizontal yang sangat penting, yaitu dampaknya terhadap hubungan kita sesama manusia.
Hal inilah yang menjadi inti ceramah Ustaz Lukman Hakim, Lc., M.Pd, penceramah asal Samarinda dalam Kajian Al-Islam dan Kemuhammadiyahan yang diadakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Bontang.
Bertempat di Masjid Al-Ikhlas Muhammadiyah Bontang pada Sabtu, 1 Maret 2024, kajian ini menjadi bagian dari kegiatan rutin Muhammadiyah dalam menyemarakkan syiar Islam, khususnya di bulan Ramadan.
Dakwah Islam Melalui Muhammadiyah: Mengajak Kepada Allah
Ustaz Lukman Hakim membuka ceramahnya dengan menjelaskan bahwa kegiatan kajian seperti ini adalah bagian dari dakwah Islam yang rutin dilakukan, termasuk di Samarinda.
“Kegiatan seperti ini biasanya rutin selama bulan Ramadan. Di Samarinda juga sama. Ini bagian dari dakwah Islam. Kemudian juga memperkenalkan Muhammadiyah kepada masyarakat,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa Muhammadiyah hadir bukan untuk mengajak orang mengikuti organisasi ini, melainkan sebagai jalan untuk mengajak masyarakat lebih dekat kepada Allah SWT.
“Kita bukan mengajak orang kepada Muhammadiyah, tapi mengajak orang kepada Allah SWT melalui Muhammadiyah,” tegasnya.
Sejarah Panjang Puasa: Pondasi Spiritual Sebelum Syariat
Menariknya, Ustaz Lukman menjelaskan bahwa syariat puasa memiliki sejarah yang panjang. Meskipun termasuk syariat yang paling tua bahkan sejak zaman Nabi Adam AS, perintah puasa dalam Islam baru turun pada tahun kedua Hijriah, atau 15 tahun setelah kenabian Muhammad SAW.
“Syariat puasa turun 2 Hijriah, atau 15 tahun setelah kenabian. Kenapa begitu panjang? Padahal puasa syariat yang paling tua. Bahkan sejak zaman Nabi Adam,” jelas Ustaz Lukman.
Ia mencontohkan puasa ayyamul bidh sebagai salah satu bentuk puasa yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Adam AS.
Mengapa perintah puasa baru turun setelah 15 tahun kenabian? Menurut Ustaz Lukman, hal ini karena tahapan awal dakwah di Mekah selama 13 tahun fokus pada pembangunan akidah, tauhid, akhlak, dan spiritualitas.
“Tahapan pertama: 13 tahun di Mekah membangun akidah, tauhid, akhlak, spiritual. Perintah puasa turun di akhir bulan Sya’ban tahun kedua hijriah,” terangnya.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam, pembangunan mental dan spiritual menjadi fondasi utama sebelum penerapan syariat.
Sebagaimana ciri surat Madaniyah yang diawali dengan seruan “Ya ayyuhallazina amanu” (Wahai orang-orang yang beriman), berbeda dengan surat Makkiyah yang umumnya dimulai dengan “Ya ayyuhannas” (Wahai manusia).
Ayat tentang puasa, Al-Baqarah 183, juga termasuk surat Madaniyah yang ditujukan kepada orang-orang beriman.
“Yang pertama dibangun manusia itu mentalnya, baru syariatnya,” tegas Ustaz Lukman.
Ia juga menyinggung fenomena sebagian umat Islam yang tidak berpuasa karena merasa tidak terpanggil. Padahal, perintah puasa dalam Alquran menggunakan kata kutiba (diwajibkan) yang menunjukkan perintah syariat yang berat, sebagaimana perintah perang, qishash, dan warisan.
“Ayat kutiba di Al-Quran untuk perintah syariat yang berat. Ada 4: perang, qisos, puasa, warisan,” jelasnya.
Puasa: Ibadah Tak Terlihat dengan Dampak Nyata
Salah satu keistimewaan ibadah puasa adalah sifatnya yang tak terlihat. Hanya individu yang berpuasa dan Allah SWT yang mengetahui hakikat puasanya.
“Ibadah puasa ini ibadah yang tak terlihat, yang tahu kita dengan Allah,” ungkap Ustaz Lukman.
Meski demikian, ibadah yang murni karena Allah ini memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sosial.
“Ibadah puasa meskipun untuk Allah punya pengaruh di lingkungan manusia,” tambahnya.
Dalam Alquran, terdapat dua kata yang berkaitan dengan puasa, yaitu syiam dan shaum. Syiam lebih menekankan pada menahan diri dari makan dan minum, sementara shaum memiliki makna yang lebih luas, yaitu menahan diri dari perkataan yang buruk dan perbuatan dosa. ”
Di Alquran ada 2 kata berkaitan puasa. Syiam menahan makan dan minum, shaum menahan lisan,” jelas Ustaz Lukman.
Puasa Bukan Jaminan Surga Jika Masih Menyakiti Sesama
Ustaz Lukman mengingatkan bahwa ibadah puasa tidak serta merta mengantarkan seseorang ke surga jika masih gemar menyakiti orang lain.
Esensi puasa adalah melatih diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik, tidak hanya dalam hubungan dengan Allah, tetapi juga dalam hubungan dengan sesama manusia.
“Ibadah puasa tidak langsung mengantarkan ke surga, jika masih menyakiti orang lain,” tegasnya.
Dengan berpuasa, diharapkan potensi taqwa (ketakwaan) dalam diri meningkat, sementara potensi fujur (kemaksiatan) menurun.
Puasa menjadi momentum untuk membersihkan diri dari dosa dan meningkatkan kualitas diri sebagai Muslim yang bertakwa. “Dengan puasa ini, potensi taqwa naik, potensi fujur turun,” pungkas Ustaz Lukman.
Puasa Ramadan: Ibadah Holistik untuk Kesempurnaan Diri
Ceramah Ustaz Lukman Hakim ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang ibadah puasa Ramadan. Puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih pengendalian diri secara total, baik secara vertikal (hubungan dengan Allah) maupun horizontal (hubungan dengan sesama manusia).
Dengan memahami dimensi vertikal dan horizontal puasa, diharapkan kita dapat menjalankan ibadah ini dengan lebih khusyuk dan meraih kesempurnaan diri di bulan Ramadan yang penuh berkah ini. Wallahu a’lam. ***
Penulis/Editor/Fotografer: M Zulfikar Akbar/MPID PDM Bontang